Showing posts with label sedih. Show all posts
Showing posts with label sedih. Show all posts

Sunday, 13 January 2013

Cerita Nyata Yang sangat Sedih dan Mengharukan (Cewek Wajib Baca di jamin nangis)



Cerita sedih, wanita, menangis, nyata

”Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus”

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!.

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Itulah Cerita Nyata Yang sangat Sedih dan Mengharukan,
Semoga peristiwa ini bisa membuat kita belajar bersyukur dengan apa yang kita miliki,sebab :
Apa yang kita harapkan belum tentu kita dapatkan dan
apa yang kita dapatkan belum tentu itu yang kita harapkan ,
Tapi Percayalah Tuhan pasti memberikan Kita yang terbaik
(untuk/menurut kita dan untuk/menurut orang-orang yg kita cintai)

Tuesday, 18 December 2012

[Renungan] Apa kabar bapak'ku? Apa kabar Ibu'ku?

Ibu, Ayah, Orang tua, Anak, berbakti, kisah, renungan, sedih, terharu

"Assalamu alaikum, Apa kabar Ibu? Ibu sedang apa? Ibu udah makan belum?” Seberapa sering teman-teman melontarkan pertanyaan itu kepada kedua orang tua? Menelpon Ibu agan-aganwati di sela-sela kesibukan, sekedar untuk menanyakan kabar mereka? Mungkin banyak diantara kita yang menjawab jarang, sangat jarang atau bahkan tidak pernah...Di bawah ini ada sebuah kisah yang bisa menjadi renungan bagi kita semua..jujur, saya saja pengen nangis waktu baca guys..Moga bermanfaat bagi kita semua..monggo..

Tidak terasa waktu berjalan seperti berlari.
Ingin kita bisa memperlambat waktu karena banyak urusan kita yang belum selesai.
Tahu-tahu kita sudah sampai dipenghujung hari dan besok akan dimulai lagi kesibukan rutin yang menghabiskan seluruh waktu kita. Hari-hari bergulir cepat, bulan berganti dan tahunpun terus bertambah jumlahnya.

Ada satu "urusan" yang sering kali kita pinggirkan dalam beragam urusan yang kita anggap lebih penting lainnya, yaitu :: orang tua kita.
Jika kita setiap hari bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga kita dan begitu fokusnya kita memastikan bahwa keluarga kita (yang disebut keluarga kini adalah suami/istri & anak-anak kita) bisa makan cukup hari ini. Bahkan seringkali kita memanjakan anak-anak dengan mempersiapkan menu masakan kesukaan mereka.

Tapi, seberapa sering kita mengingat orang tua kita pada hari ini makan dengan menu apa?
Setelah kita berpisah rumah dengan mereka, orang tua sering kita tempatkan sebagai jadwal mingguan yang hanya perlu kita perhatikan saat kunjungan tiba di akhir minggu. Sehingga selama seminggu penuh kita merasa berhak untuk tidak memperhatikan keadaan mereka?

Belum lagi bagi yang tinggal dikota lain, kadang kita lupa menelpon mereka sampai berminggu-minggu dan merasa "cukup" dengan menjadwalkan acara pulang kampung setahun sekali saat Lebaran atau hari besar lainnya.

Sebaliknya, bagi orang tua yang kesepian disana,merasa sangat bahagia jika ditelpon anaknya, bukan kerena anaknya menanyakan kabar mereka, tapi mereka bahagia karena bisa mendengar suara anak yang senantiasa dirindukannya!

Kasih sayang yang teramat dalam yang kita alirkan anak-anak kita sekarang ini dalam bentuk perhatian, mengurusnya dan menjaganya, sedemikianlah orang tua berlaku selama ini terhadap kita sejak kita masih kecil dan belum mandiri.

Bedanya adalah, ketika perhatian kita mulai beralih kepada orang-orang (suami/istri & anak-anak) yang seakan lebih kita cintai daripada orang tua kita, maka berkuranglah perhatian kita pada orang tua kita. Sedang pada orang tua kita, perasaan kasih sayang itu tidak pernah berkurang sedikitpun terhadap anak-anaknya. Keadaanlah yang membuat mereka tidak punya pilihan lain, selain harus ikhlas melepas anak-anaknya pergi mengarungi kehidupannya masing-masing.

Sering kita di'ingatkan oleh para pemuka agama untuk menyayangi orang-tua kita, agar memelihara mereka dengan baik dimasa tuanya dan supaya selalu bersikap lembut pada mereka. Tapi kenyataannnya kesibukkan sering kali membuat kita tidak sempat melakukannya.

Kita sering membelikan istri pakaian yang indah-indah untuk dipakainya supaya dia tampak cantik. tapi seberapa sering kita membelikan ibu kita baju yang indah untuknya. Bukan karena ingin beliau kelihatan cantik, tapi karena ingin melihatnya bahagia menerima tanda kasih dari kita itu.

Betapa seringnya seorang istri berteleponan dengan suaminya untuk berembuk soal urusan rumah tangga. tapi apakah kita merasa perlu menelpon bapak kita untuk menanyakan kabar kesehatannya.
Seberapa sering kita berpelukan dan bercanda ria dengan anak-anak kita setiap harinya,
tapi apakah kita merasa rindu ingin berbicara dan mengobrol dengan bapak/ibu yang sudah sulit diajak berkomunikasi karena usia tuanya.

Padahal sebuah pemberian baju untuk ibu kita, akan membuat hati seorang tua menjadi sangat bahagia. baju hadiah itu bisa jadi menjadi penyulut semangatnya melewati hari-harinya. Kenyataan bahwa anaknya telah memberinya pakaian yang demikian indah (yang mungkin bahkan tidak dibutuhkannya) akan tinggal dihatinya sebagai kehangatan yang mewarnai kesibukan rutinnya. Setiap kali ia membuka lemari pakaiannya beliau diingatkan kembali pada anaknya yang teramat sayang kepadanya.

Sebuah telepon yang menanyakan kabar kesehatannya, akan membuat orang tua merasa begitu bergairah. Lalu mereka akan melanjutkan cerita tentang cucu-cucunya sebanayk-banyaknya pada teman-teman jalan paginya, yang sebenarnya kita ceritakan sedikit saja. Mereka menceritakan tentang anak cucunya dengan tak henti-hentinya sekedar untuk mengekspressikan kebanggaannya pada kita. Telepon berdurasi tak lebih dari 5 menit itu, adalah hiburan yang paling menyenangkan dibanding televisi yang ditontonnya selama bertahun tahun ini sebagai teman sepanjang hari.

Pembicaraan telepon singkat itu akan menjadi kenangan yang indah sampai mereka beranjak ketempat tidur dimalam harinya.
Kiriman makanan dari anaknya pun bisa jadi hadiah terindah yang mereka rasakan. Mereka telah lupa pada rumah-rumah makan yang pernah mereka datangi disepanjang usianya. Bagi mereka makanan terlezat adalah makanan yang datang dari tangan kasih anaknya. Bagi mereka makanan itu merepresentasikan kasih sayang anaknya pada mereka.
Tentu saja tidak semua kita tidak punya waktu untuk orang tua kita. Tidak semua dari kita jarang berkomunikasi dengan orang tuanya.

Tapi jika usia semakin renta dan dunia seakan semakin sepi. Orang tua merasa sangat terhibur dengan apa-apa yang menghubungkannya dengan anak-anaknya.
Orang tua akan sangat berbahagia jika bertemu dengan anak cucunya.
Kenyataannya, sangat mudah memberikan kebahagiaan bagi orang tua kita.
Dengan sedikit upaya dan perhatian kita bisa menghadirkan tawa diwajah bapak ibu kita.
Itu sungguh tak sebanding dengan asa upaya yang telah mereka lakukan disepanjang hidupnya untuk kita.
Sebuah hadiah terindah dan termahal untuk bapak ibu kita tidak pernah cukup untuk mengganti bhakti mereka demi merajut kehidupan kita kini.

Perhatian kita yang tak seberapa itu,
bisa menjadi sangat besar artinya bagi bapak ibu kita.
Hanya dengan melakukan hal-hal yang sangat sederhana & mudah dilakukan itu,
kita bisa menghiasi hati orang tua kita dengan kehangatan rasa bahagia
karena kasih sayang anak-anaknya..

Apalagi jika kita bisa memberikan lebih.. lebih banyak perhatian pada mereka.....

Semoga hari ini jadi hari terbaik bagi semua.


Nah, sekian dulu guys..moga bisa nyadarin kita semua..jangan lupa Like dan komentar yah guys..kalo bisa bagikan link artikel ini di Facebook dan Twitter teman-teman biar banyak yang sadar guys..Thanks ^_^

MOHON KEIKHLASANNYA BUAT KLIK SALAH SATU IKLAN DI BLOG INI YAH GUYS..THANKS ^_^

Tuesday, 25 September 2012

Renungan Bagi Kita Semua Sebagai Anak [Yang Sayang Ibu, Wajib Baca]


Suatu ketika..seorang bayi siap dilahirkan ke dunia,menjelang diturunkan … Dia bertanya kepada TUHAN :

bayi : “para malaikat di sini mengatakan, bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi….bagaimana cara saya hidup di sana,saya begitu kecil dan lemah”
TUHAN : “Aku telah memilih satu malaikat untukmu..ia akan menjaga dan mengasihimu”
bayi : “tapi di surga apa yang saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa ini cukup bagi saya untuk bahagia”

TUHAN : “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan lebih berbahagia”
bayi : “dan apa yang dapat saya lakukan saat saya ingin berbicara kepadamu?”
TUHAN : “malaikatmu akan mengajarkan..bagaimana cara kamu berdoa”
bayi : “saya mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat,siapa yang akan melindungi saya”?
TUHAN : “malaikatmu akan melindungimu, dengan taruhan jiwanya sekalipun”
bayi : “tapi saya akan bersedih karena tidak melihat engkau lagi”

TUHAN : “malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang aku, dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepadaku, walaupun sesungguhnya aku selalu berada di sisimu”
saat itu surga begitu tenangnya…sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan sang anak dengan suara lirih bertanya
bayi : “TUHAN……….jika saya harus pergi sekarang, bisakah Engkau memberitahuku, siapa nama malaikat di rumahku nanti”?

TUHAN : “kamu dapat memanggil nama malaikatmu itu…… I B U …”
kenanglah ibu yang menyayangimu..

Untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kau pergi…
Ingatkah engkau ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu..

Ingatkah engkau..ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu?
Dan ingatkan engkau ketika air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit…

Sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah tempat kau dilahirkan..

Kembalilah…mohon maaf…pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu..
Jangan biarkan kau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan di masa datang,ketika ibu telah tiada…

Tak ada lagi di depan pintu yang menyambut kita…,tak ada lagi senyuman indah…tanda bahagia..

Yang ada hanyalah kamar kosong tiada penghuninya..yang ada hanyalah baju yang digantung di lemarinya..

Tak ada lagi..dan tak akan ada lagi.. Yang akan meneteskan air mata mendo’akanmu disetiap hembusan nafasnya..

Pulang..dan kembalilah segera…peluklah ibu yang selalu menyayangimu..
Ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik di akhir hayatnya..

bagi agan2 yg ibunya telah tiada, jangan pernah lupa selalu do'akan beliau semoga beliau tenang disisiNya & dosa2 beliau diampuni-Nya. Jangan lupa LIKE dan Komentar yah guys..dan bantu sebarkan artikel ini pada teman-teman anda semua. Thanks ^_^
Source